Apa itu Pragmatik?
Pragmatik merupakan ilmu yang meneliti makna yang dikomunikasikan oleh pembicara (speaker meaning) dan diterjemahkan oleh pendengar/pembaca. Akibatnya pragmatik lebih banyak mempelajari tentang analisis maksud dari pembicara dari pada kosa kata itu sendiri.
Studi seperti ini perlu mengikut sertakan penafsiran dari apa yang pembicara maksudkan dalam konteks tertentu, dan bagaimana konteks itu mempengaruhi pendengar maupun pembaca terhadap apa yang dikatakan. Jadi, dalam praktiknya pragmatik perlu mempertimbangkan siapa lawan bicaranya, di mana, kapan, dan dalam situasi apa pembicaraan tersebut berlangsung.
Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan dan pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan (contextual meaning) (Yule, 2006:3).
Di dalam kajian-kajian pragmatik, terutama yang bertradisi Anglo-Amerika, tampak ada kecenderungan bahwa fungsi ujaran lebih banyak dibahas daripada struktur kalimat yang mengungkapkan ujaran itu, atau singkatnya bahwa kadar formalismenya lebih rendah daripada kadar fungsionalismenya.
Levinson dalam Dardjowidjojo (1994: 41-41) dikutip beberapa pengertian pragmatik, yaitu :
- Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan diantara tanda (lambang) dan penafsirannya.
- Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa.
- Pragmatik adalah kajian bahasa dari perspektif fungsi dalam arti bahwa kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab nonlinguistik.
- Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan-hubungan (yang digramatikalisasikan atau dikodekan di dalam struktur bahasa) diantara bahasa dan konteks.
- Pragmatik berkaitan dengan topik mengenai aspek-aspek makna ujaran yang tidak dapat dijelaskan dengan mengacu langsung ke persyaratan kebenaran (truth conditions) dan kalimat yang diujarkan.
- Pragmatik adalah kajian tentang hubungan-hubungan di antara tata bahasa dan konteks yang merupakan dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.
- Pragmatik adalah kajian mengenai kemampuan pengguna bahasa untuk menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga kalimat itu patut (diujarkan).
- Pragmatik adalah kajian tentang deiksis, implikatur, peranggapan, tindak tutur dan aspek-aspek struktur wacana.
Batasan-batasan dari sumber yang lain :
Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan konteks untuk menarik inferensi (kesimpulan) tentang makna (Fasold, 1990: 119).
Pragmatik adalah kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi (Parker, 1986: 11)
Pragmatik (umum) adalah … kajian komunikasi linguistik menurut prinsip-prinsip percakapan (Leech, 1983: 11)
Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa di dalam komunikasi, terutama hubungan di antara kalimat dan konteks dan situasi penggunaannya (Richards dll,. 1985).
Objek yang dikaji pragmatik
Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa yang membahas makna dengan menghubungkannya dengan maksud penutur, fungsi ujaran, konteks dan situasi penggunanya. Sesuai dengan beberapa definisi para ahli tentang pragmatik, maka objek kajian pragmatik sendiri tidak terlepas dari hal penting tersebut. Objek kajian pragmatik yaitu penutur, petutur, tempat, waktu, suasana, topik dan tujuan.
Cara memahami bahasa secara pragmatik
Menurut Leech (1993:19-20), terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam memahami bahasa secara pragmatik. Aspek-aspek itu adalah (1). Penutur dan lawan tutur atau penulis dan pembaca yang mencakup usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan lain sebagainya. (2) Konteks tuturan, dalam pragmatik merupakan semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dalam lawan tutur. (3) Tujuan tuturan, di sini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. (4) Jenis tuturan dalam pragmatik adalah tindak lisan yang terjadi dalam situasi tertentu, yakni tergantung pada siapa penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
Hasil yang diperoleh dalam memahami bahasa secara pragmatik
Sesuai dengan definisi dan objek kajian pragmatik, yaitu ilmu pragmatik adalah ilmu memahami tindak tutur yang diujarkan seseorang dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi tuturan itu diutarakan. Untuk itu, dengan memahami bahasa secara pragmatik, seseorang akan lebih mudah mengartikan maksud penutur. Karena pragmatik berusaha menelusuri hal yang dimaksudkan penutur, pragmatik berusaha menghubungkan kalimat dengan konteks nonlinguistik yaitu konteks situasi tutur berupa penutur, petutur, tempat, waktu, situasi dan tujuan.
Sehingga mereka yang telah memahami pragmatik dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari akan dapat berkomunikasi dengan baik. Berbeda dengan orang-orang yang belum memahami pragmatik akan tersendat dan kurang peka terhadap tuturan yang diutrakan oleh lawan bicaranya. Efeknya komunikasi yang dilakukan kurang efektif dan akan menimbulkan miskomunikasi.
Topik-topik yang dibahas dalam pragmatik
Di dalam keanekaragaman topik pragmatik itu dapat ditelusuri adanya dua tradisi pragmatik, yaitu tradisi anglo-Amerika dan tradisi kontinental (Levinson, 1983;5). Yang pertama itu lebih erat kaitannya dengan apa yang secara tradisional menjadi bidang kajian linguistik seperti struktur kalimat dan bentuk-bentuk bahasa. Yang kontinental itu lebih luas dan meliputi analisis wacana, etnografi komunikasi, beberapa aspek psikolinguistik, dan bahkan kajian kata sapaan (Fasold, 1990; 119).
Apakah kita mengikuti tradisi Anglo-Amerika atau tradisi kontinental, ada pokok-pokok bahasan dasar yang perlu diketahui oleh orang yang akan mempelajari pragmatik. Diantaranya adalah : tindak tutur, implikatur, kesantunan, dan isu-isu di dalam pragmatik.
Tindak tutur
Performatif
Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan penting di dalam pragmatik karena ia adalah salah satu satuan analisisnya.
Filosof Britania John L. Austin membedakan ujaran yang kalimatnya yang bermodus deklaratif menjadi dua, yaitu konstatif dan performatif. Yang pertama itu adalah ujaran yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji, yaitu benar atau salah, dengan menggunakan pengetahuan kita tentang dunia. Yang kedua performatif, adalah ujaran yang merupakan tindakan melakukan sesuatu dengan membuat ujaran itu.
Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Austin (1962) membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiganya adalah tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Yang pertama itu semata-mata adalah tindak berbicara atau tindak bertutur, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna itu ( di dalam kamus) dan makna sintaksis kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya. Di dalam hal ini kita tidak memasalahkan maksud atau fungsi ujaran yang merupakan perpanjangan atau perluasan dari makna harfiah itu.
Yang kedua, tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Di sini kita berbicara tentang maksud, fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan, dan bertanya “untuk apa ujaran itu dilakukan?”
Yang ketiga, tindak perlokusi, menurut Austin, mengacu ke efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu.
Jenis-jenis tindak tutur
Searle mengembangkan teori tindak tutur dengan membagi-bagi semua tindak tutur menjadi jenis-jenis tindak tutur dan kemudian mencoba menentukan persyaratan kesahihan masing-masing.
Mengenai jenis-jenis tindak tutur, dapat disebutkan jenis yang lain, yaitu: (1) tindak tutur vernakuler (yakni yang dapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat tutur. (2) tindak tutur seremonial (yakni yang dilakukan olehcorang yang berkelayakan untuk hal itu (Fraser, 1974).
Tindak tutur langsung dan tidak langsung
Alih-alih tindak tutur langsung atau tidak langsung, penutur dapat memilih tindak tutur yang harfiah atau yang tidak harfiah di dalam mengutarakan maksudnya. Jika kedua hal ini (yaitu kelangsungan dan keharfiahan ujaran) kita gabungkan, kita akan mendapatkan empat macam ujaran, yaitu:
Langsung harfiah
Langsung tidak harfiah
Tidak langsung, harfiah
Tidak langsung, tidak harfiah
Implikatur
Di dalam artikel yang berjudul “Logic and Conversion” Paul Grice (1957) menunjukkan bahwa sebuah ujaran dapat mempunyai implikasi yang berupa preposisi yang sebenarnya bukan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi yang harus ada dari ujaran itu.
Isu-isu di dalam Pragmatik
Pragmatik mempunyai isu-isu yang belum terjawab. Salah satunya adalah bahwa batas-batas kajian ini belum benar. Isu yang lain berkaitan dengan kesemestaan teori-teori pragmatik. Pertanyaan itu membawa kita ke isu penelitian pragmatik.
Semantik
Apa itu Semantik?
Chomsky menyatakan semantik sebagai studi linguistik yang sangat penting, karena salah satu unsur dari tata bahasa adalah semantik. Komponen semantik menentukan makna kalimat, oleh karena itu semantik tidak lagi dinyatakan sebagai objek periferal, melainkan sudah disetarakan dengan bidang morfologi dan sintaksis.
Bersamaan dengan itu juga bermunculan berbagai macam teori tentang makna. Sejak munculnya teori dari bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure, tentang tanda linguistik yang terdiri atas signifian dan signifie. Mengakibatkan studi linguistik harus menyertakan studi semantik, karena kedua unsur signifian dan signifie tidak dapat dipisahkan (Chaer, 2003: 285).
Semantik adalah satuan cabang ilmu bahasa yang membahas makna satuan bahasa (Manaf, 2010:2). Satuan bahasa itu dapat berupa kata, frasa, klausa dan kalimat. Semantik bahasa Indonesia adalah cabang ilmu bahasa yang secara khusus membahas makna berbagai satuan bahasa Indonesia.
Objek yang dikaji Semantik
Semantik adalah subsistem kajian bahasa yang mengkaji makna satuan bahasa yang tidak disertai dengan konteks nonlinguistik. Objek kajian semantik itu berupa makna satuan bahasa dalam kata, frasa, klausa, kalimat, dan teks.
Cara memahami bahasa secara Semantik
Cara memahami bahasa secara semantik yaitu memperhatikan hubungan antara tanda bahasa dengan objek yang ditandai. Karena hubungan itu sendiri ada yang bersifat sistematis dan ada yang bersifat arbitrer. Ada tiga unsur yang menghadirkan makna tanda bahasa, pertama, komponen makna intern bahasa itu sendiri, kedua, proses gramatikal pada tanda bahasa, dan ketiga, konteks tuturan dari suatu tanda bahasa. Menurut Saussure (dalam Manaf, 2010: 30), tanda itu mencakup dua unsur, yaitu penanda dan petanda. Selanjutnya Ogden Richard (dalam Manaf, 2010: 30) , mengemukakan bahwa tanda bahasa itu terdiri dari tiga unsur, yaitu simbol, gagasan, dan acuan. Simbol mewakili gagasan, dan gagasan mengacu ke suatu acuan.
Hasil yang diperoleh dalam memahami bahasa secara Semantik
Sesuai dengan definisinya yaitu semantik merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas makna satuan bahasa, maka hasil yang diperoleh dari memahami bahasa secara semantik yaitu penutur akan memiliki banyak penguasaan kosakata ketika ia akan berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Hal ini dikarenakan ilmu semantik adalah ilmu yang memfokuskan kajiannya pada unsur makna dan juga makna yang mengalami proses gramatikal.
Topik-topik yang dibahas dalam Semantik
Semantik bahahasa Indonesia membahas hubungan antara tanda dan makna berbagai satuan bahasa Indonesia, makna leksikal, makna gramatikal satuan bahasa Indonesia, penamaan, pengistilahan, pendefinisian dalam bahas Indonesia, dan perubahan makna berbagai satuan bahasa Indonesia, serta faktor penyebabnya.
Referensi:
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1994. Mengiring Rekan Sejati. Jakarta:Unika Atma Jaya.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press
Manaf, Ngusman Abdul. 2010. Semantik Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.