PEREBUTAN HARTA WARISAN
Adek: “Kak, ngapain berantakin lemari alm orang tua kita?”
Kakak: “Udah kamu ga usah diikut campur deh!”
Adek: “Kakak mau nyari apasih dilemari itu? sertifikat rumah?”
Kakak: “Iya, aku mau sertifikat rumah peninggalan alm orang tua kita”
Adek: “Buat apa, Kak? rumah ini kan bukan warisan untuk kita berdua!”
Kakak: “Kamu ini kenapa sih? ini kan harta peninggalan orang tua kita, jadi kita lebih berhak untuk mendapatkannya”
Adek: “Tapi kan, kak! rumah ini diwasiatkan alm orang tua kita untuk dijual dan uangnya digunakan untuk membangun masjid kak!”
Kakak: “Udahh deh, kamu ga usah banyak ngomong! mana sertifikat rumahnya?”
Adek : “Sertifikat rumah ini udah aku kasih sama pembeli rumah ini”
Kakak: “Jadi, kamu beneran udah jual rumah ini?”
Adek: “Iya, maaf kak”
Kakak: “kamu ini adek aku atau bukan sih? bisa bisanya kamu mengambil keputusan sepihak begini?”
Adek: “Tapi aku cuma ngikutin wasiat orang tua kita, Kak!”
Kakak: “Engga bisa gitu dong, kamu iya udah dapat rumah yang ada di Solo sama tanah dari alm orang tua kita, lah aku!”
Adek: “Tapi kan Kakak udah dapat restoran sama caffe juga, Kak”
Kakak: “Tapi kan aku gamau ngurusin toko buah itu, kamu kan tau aku tuh mau fokus mengembangkan Restoran belum lagi dengan kerjaan aku di Perusahaaan”
Adek: “Gimana kalo Toko Buah itu biar aku aja yang kelola, Kak! sebagai gantinya Kakak bisa membangun Restoran di tanah yang diwariskan orang tua kita kepada aku!”
Kakak: “Kalo gitu aku setuju kok! jadi untuk keuntungannya masing-masing kita bagi dua aja gimana?”
Adek: “Iya, Kak! kalo kayak gini kan lebih baik, Kak! kan ga baik juga kita bertengkar cuma gara- gara harta warisan doang!”
Kakak: “Maafin aku ya, Dek!”
Adek: “Iya gak papa, Kak! aku juga minta maaf ya, Kak!”